‘’Ini tidak adil ,
Ayah ! aku berteriak saat masuk pintu depan.
‘’Sayang, bukankah
kamu memenangi pemilihan?’’
‘’Ya, ayah.’’ Aku
berkata diantara tangis kesengukanku.
‘’Aku menang, tetapi
guruku berkata aku buta, jadi dia tidak akan membolehkanku jadiketua kelas.’’
‘’Apa? Hanya bisa
melihat dengan sebelah mata seharusnya tidak ada bedanya. Kamu mampu menjadi
seorang pemimpin. ‘’dia menepuk tanganku.
‘’Ayah akan bicara
dengan gurumu.’’
Ayah pergi kesekolah
dan aku meluruskan bahuku. Karena dia mempercayaiku, apapun yang terjadi , aku
harus berani. Sambil menunggu, aku berjalan cepat dan menggigiti kukuku. Dia
akhirnya datang dengan tenang melalui pintu dan memelukku dengan erat. Perutku
kaku karena ketakutan.
‘’Pam, ayah
sudahmencoba. Gurumu itu pria yang sangat keras kepala dan selalu berburuk
sangka. Kepala sekolah pun bertekad mendukungnya.’’
Hatiku tenggelam dalam
kemuraman, ‘’jadi dia tidak membolehkanaku melakukannya’’
‘’Tidak, sayang. Ayah
minta maaf’’
Ayah mengelus rambutku
dan memelukku saat aku menangis dipelukannya. Dia memberikan salah satu sapu
tangan kotak-kotak besar berwarna merah milikknay kepadaku.
‘’Tapi aku menang,
ayah.’’ #tersenguk
‘’Ya..manis .dan
itulah yang harus kamu ingat.’’
‘’kalau begitu kenapa
kamu tak gembira? Aku sanggup melaksanakan tugas itu. Sakit rasanya karna
kesempatan untuk melayani teman-teman sekelasku tidak diberikan kepadaku. ‘’
‘’ayah tahu, ini
sangat mengecewakanuntukmu’’. Dia menyentuh pipiku.
‘’kamu masih menjadi
pemenang bagi ayah, dan ayah bangga padamu.’’
Kata-kata ayah
membuatku merasa tidak begitu sedih lagi karna gagal menjadi presiden kelas.
‘’hei, ayah punya
ide,katanya dengan ceria. ‘’bagaimana belajar sepeda yang sudah lama ingin kamu
kendarai.??’’
Kepercayaannya
kepadaku membuatku tersenyum. Ayo kita coba, yah’’ aku menanti petualangan
berikutnya.
Pergi kesebuah tempat
parkir, dengan sabar ..ayah mengajari cara menyeimbangkan diri diatas sepeda
dan memegangi sepedaku selagi aku berlatih.
‘’apa ayahbisa
lepaskan??’’
‘’kurasa bisa’’
‘’kamu bisa
melakukannya,’’ dia memberi semangat.
Aku agak tergoyah
awalnya, tetapi kemudian melaju dengan mulus.
‘’kamu memang
berbakat’’ sorak ayah
Aku bisa melihat jalan
dihadapanku, tetapi tidak cukup jelas untuk melihat adanya batu di jalanan. Aku
melindasnya dan membelok. Membetulkan arahku sendiri , aku terus melaju.
Ayah mengejarku,
tertawa..’’ayah juga tidak melihat batu itu, atau harus membuangnya seperti
yang ayah lakukan sebelumnya.’’
Dia bersiul.’’wah!
kamu tidak jatuh tadi.’’
Pujiannya membuat
berbinar didalam hati.
‘’karena sekarang
sudah berakhir, aku menjadi sedikit takut ‘’aku mengaku. Yah bagaimana kalau
aku menabrak batu lain yang tidak kulihat dan terjatuh??’’
Ayah melingkarkan
lengannya padaku’’Pam, ini seperti ketika kamu belajar berjalan.
Ayahmembersihkan jalurnya agar kamu tidak menabrak apapun. Seperti yang ayah
lakukan hari ini. kemudian, ayah biarkan kamu berjalan selangkah demi
selangkah. Ayah tidak jauh-jauh , jadi jika kamu terjatuh, ayah akan menangkapmu.
Kemu memang terjatuh, tetapi kamu bangkit dan mencoba lagi. Begitu juga saat
kamu sekarang mengendarai sepeda. Kamu bisa berkeliling sambil bersepeda, aku
tidak akan jauh-jauh jika kamubutuh bantuan ayah.’’
Malam itu,
akumendengar ayah menenangkan hati Ibu.’’Pam sudah bisa memanjat pohon,
berseluncur dan bermain bola dikolam. Sekarang, dia bisa mengendarai sepeda.
Kita tidak bisa menahannya untuk merasakan pengalaman apapun dalam hidup. Aku
akan selalu memperhatikannya untuk memastikannya dia baik-baik saja.
Aku mengendarai sepeda
lebih sering dengan ayah sebagi pelatihnya, tetapi karna ibu khawatir, aku
fokus pada kegiatan lainnya. Aku tidak perlu lagi mengendarai sepeda, aku sudah
berhasil melakukannya, dan aku bisa terus menjalani hari-hariku. Ayah mengajarkan
padaku bahwa prestasi bukanlahukuran dari nilai diriku dan bahwa penghargaan
diri datang dari sosok di dalam diriku.
Singkat cerita ***
Bahkan saat aku duduk
dibangku kuliah, aku bisa merasakan ayah menjagaku. Aku memanggang kue waffle,
santapan pertama yang aku buatkan untuk teman-temanku. Iamenyenggol sikuku dan
berkata ‘’ ya,kita semua bisa melakukan kesalahan. Bersihkan itu dan lebih baik
masakkan salah satu masakan keahlianmu yang biasanya.’’
Sepanjang hidupku,
ayah membiarkanku seperti seekor anak burung yang meninggalkan sarang untuk
mencoba sayap-sayapku, lalukembali kesarang jika kurasa perlu, dan menjelajah
sendiri ketika aku siap.
Ayah membiarkanku
untukhidup sepenuhnya. Dia mencintai dan menegaskan diriku sebagai seorang
manusia yang unik. Dan karenanya ..aku bisa terbang.
Karya Ori dari buku a
Cup of Comfort for Special Parents
~Pam Bostwick
0 komentar:
Posting Komentar