Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin |
‘’Orang yang memendam
perasaan seringkali terjebak oleh hatinya sendiri. Sibuk merangkai semua
kejadian disekitarnya untuk membenarkan hatinya berharap. Sibuk menghubungkan
banyak hal agar hatinya senang menimbung mimpi. Sehingga suatu ketika dia tidak
tahu lagi mana simpul yang nyata dan mana simpul yang dusta.’’ (Tere Liye, Daun
Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin)
Berkesempatan mengulas
buku lagi !!!
Terimakasih buat Tania
(temen sekamar gue tapi bukan pemeran utama dalam novel ini) yang udah meminjamkan
novel ini ke gue. Hhehe lebay….
Kalo pas baca tumbr nya
kak Gunadi itu, masing masing kita adalah matahari dalam hidup sendiri. Hidup kita
hendak gelap gelisah ataupun cerah ceria itu juga kita yang mewujudkannya.
Matahari itu adalah hati dan pikiran kita. Bila kita enggan bersinar, ya sudah.
Gelap sudah hidup kita.
Lanjuttt ke cerita novel
nya Tere liye…..
Tertarik pada novel ini
awalnya karena nama besar penulisnya, Tere Liye, yang kesederhanaan ceritanya
selalu memikat, hheee kata gue sih yak.
Garis waktu cerita ini
cukup panjang , sejak Tania (pemeran utama dalm novel ini) masih berusia 11
tahun dan menjadi pengamen, sampai ia berusia 22 tahun dan menjadi senior
associate di salah satu perusahaan Singapura. Buku ini mengisahkan perjalanan
hidupnya, terutama cintanya.
Saat sedang mengamen di
bus kota, Tania dan adiknya, Dede bertemu malaikat dalam sosok pria 20 tahun
bernama Danar. Malaikat yang mengulurkan tangan untuk menarik mereka keluar
dari kehidupan jalanan menuju masa depan yang lebih layak, jauh lebih baik.
Malaikat yang menjadi keluarga, figure luar biasa bagi Tania. Dede, dan juga
Ibu.
Dengan semua
kebaikannya, salahkan bila Tania jatuh cinta kepadanya??
Jatuh cinta saat ia
sendiri belum mengerti apa itu cinta. Tania kecil hanya tahu ia suka setiap
detik yang ia lalui bersama ‘’Om Danar’’ selalu menunggu kebersamaan mereka.
Jatuuh cinta dalam diam dan kesabaran saat Tania remaja mulai mengenali
sekaligus menyadari , tak pantas ia menaruh hati pada malaikat keluarganya ia
harus menunggu hingga waktunya tiba, hingga ia dewasa dan sepadan dengan dia.
Jatuh dinta dalam sakit
hati sekaligus penerimaan, saat Tania dewasa sekali lagi harus menanggung
kepahitan hidup, hidup yang memang tak pernah sempurna.
Argghhhh , baca novel
ini waktu itu bias ngebuat gue merenung bahkan lebay lebay nya gue bias
meneteskan air mata. Halahembbb , cinta memang berbagai macam wujudnya. Tak ada
yang tahu kedalamannya selain pemilik rasa itu sendiri. Ketika sudah menyangkut
cinta , logika pun raib tak tahu rimbanya.
Ntahlah , ngk banyak sih
yang mau gue jelasin. Gue juga belum berpengalaman tentang cinta, eeeaaa….
Baca deh novelnya dan
hayatin isinya. Lo bakalan tahu , bagaimana cara memahami cinta, tak ada
pecinta yang sempurna tapi cintanya bias jadi sempurna.
‘’Dalam urusan perasaan, di mana-mana orang jauh lebih pandai
menulis dan bercerita dibanding mempraktikannya sendiri di lapangan’’
Bogor, 21 November 2014
0 komentar:
Posting Komentar